SidikalangNews.id | Aktivis 98, Ubedilah Badrun, melaporkan dua anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin, 10 Januari 2022. Laporan itu perihal dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang lewat bisnis kedua anak Jokowi yang mempunyai relasi dengan perusahaan pembakar hutan.
Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, menjelaskan bahwa untuk awal, pihaknya sudah menerima laporan tersebut melalui bagian persuratan. Setelah itu, dilakukan verifikasi laporan dan ada juga telaah.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
“Tentu tujuannya untuk memastikan apakah itu kewenangan KPK atau bukan kalau kemudian ada dugaan peristiwa pidana korupsi,” ujar Ali dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, KPK, Senin, 17 Januari 2022.
Menurut Ali, KPK akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat tersebut, tentu lebih dulu melalui proses verifikasi terhadap data laporan. Ali menjelaskan bahwa proses verifikasi dan telaah penting sebagai pintu awal apakah pokok aduan tersebut, sesuai UU yang berlaku atau tidak.
“Termasuk ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak. Tentu semuanya membutuhkan waktu dan proses,” tutur Ali.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
KPK juga secara proaktif akan menelusuri dan melakukan pengumpulan berbagai keterangan dan informasi tambahan untuk melengkapi aduan yang dilaporkan. “Jika aduan itu menjadi kewenangan KPK tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” katanya lagi.
Sementara itu, Ubedilah mengatakan, pelaporan itu muncul bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun. Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Agung hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Ia mengatakan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tersebut terjadi berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura, yang jelas dan bisa dibaca oleh publik. Alasannya tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura.
"Setelah itu, anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp 92 miliar, dan itu bagi kami tanda tanya besar," kata Ubedilah Badrun.[zbr]