SidikalangNews.id | Saat Indonesia butuh transisi energi yang cepat, PLN malah membatasi pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap on grid.
Dalam Pernyataannya, General Manager PLN Irwansyah Putra menyatakan kapasitas PLTS atap dibatasi menjadi 10-15% saja dari kapasitas listrik tersambung.
Baca Juga:
Pegang Indikasi Kuota Awal Pasang, Kementerian ESDM dan PLN Antisipasi Masuknya Daya Listrik Intermiten dari PLTS Atap
PLN bahkan terang-terangan membuat memo internal tentang PLTS atap rumah yang tidak sesuai dengan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 tersebut.
Perlu diketahui, kapasitas seluruh PLTS di Indonesia baru sebesar 152 Megawat (MW).
Negara kita terancam tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam yang tercatat telah memiliki 16,5 GW tenaga surya dan 11,8 GW tenaga angin pada tahun lalu.
Baca Juga:
Pasang PLTS Atap Ada Sistem Kuota, Ini Tujuannya
Sementara, Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, khususnya dengan kapasitas PLTU Indonesia yang mencapai 31,5 GW pada 2021.
Selain bergantung pada batubara, Kondisi kelistrikan Indonesia juga tak lepas dari over supply atau kelebihan daya, seperti kondisi di Jawa Bali yang kelebihan dayanya diperkirakan akan mencapai 61% dari total kebutuhan.
Kondisi over supply listrik itu membuat energi terbarukan tak punya ruang untuk berkembang di Indonesia.
Di satu sisi, masyarakat dan industri dibatasi memasang PLTS atap karena PLN ingin pasokan listrik mereka digunakan.
Di sisi lain, pemerintah memiliki target untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025 mendatang dan membutuhkan penambahan energi terbarukan yang masif.
Agar transisi energi berjalan lebih cepat, pemerintah harus berhenti memberi banyak kemudahan untuk industri bahan bakar fosil. Dukungan lebih besar perlu diberikan untuk pengembangan energi terbarukan yang niscaya jadi masa depan dunia.
Pemerintah seharusnya mendorong semua elemen dan sektor untuk segera meninggalkan energi fosil batubara dan segera beralih ke energi terbarukan.
“Saat ini kita mendorong di seluruh dunia dan tentunya di Indonesia agar Indonesia bisa melakukan transisi energi secara tepat waktu. Dalam konteks ini, kita memerlukan pembiayaan dari sisi energi kotor untuk pensiun dini PLTU batubara dan dari sisi energi bersih", ucap Tata Mutasya, Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.[zbr]