SidikalangNews.id | Pengabdian merupakan kiprah yang bisa berupa pikiran, pendapat atau pun tenaga sebagai realisasi kesetiaan, tanggung jawab, maupun rasa hormat. Pengabdian tak lekang oleh waktu dan melekat pada pribadi-pribadi dengan loyalitas tinggi.
Demikian pulalah jejak pengabdian pahlawan nasional Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal dengan nama TB Simatupang.
Baca Juga:
Letjen TB Simatupang dan DR Liberty Manik, Diantara 10 Putra Terbaik Sidikalang Dairi
TB Simatupang yang wafat pada 1 Januari 1990 ini dikenal sebagai tokoh militer di Tanah Air. Ia pernah ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP), setelah wafatnya Panglima Besar Jenderal Soedirman tahun 1950.
Ia menjadi KASAP hingga tahun 1953. Jabatan KASAP secara hierarki organisasi saat itu berada di atas Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara dan berada di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan.
Simatupang tutup usia pada tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Baca Juga:
Jejak Langkah TB Simatupang dan Riwayat Setelan Celana Abu-abu
Pada 8 November 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada TB Simatupang.
Saat ini namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan gambar TB Simatupang di pecahan uang logam.
Monumen TB Simatupang
Pemerintah daerah dan masyarakat turut menghargai kepahlawanan TB Simatupang dengan cara mendirikan monumennya di Jalan Sidikalang-Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Bonar, nama kecil Simatupang, memang dilahirkan di Sidikalang, yang sekarang jadi ibu kota Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatra Utara, sebagai anak kedua dari delapan bersaudara.
Ayahnya seorang ambtenaar bernama Sutan Mangaraja Soaduan Simatupang dan ibunya bernama Mina Boru Sibutar.
Ayahnya bekerja sebagai pegawai kantor pos dan telegraf yang sering berpindah tempat tugas, mulai dari Sidikalang pindah ke Siborong-borong, kemudian ke Pematang Siantar.
Bonar menempuh pendidikannya di HIS Pematangsiantar dan lulus pada 1934. Ia melanjutkan sekolahnya di MULO Dr. Nomensen di Tarutung pada tahun 1937, lalu ke AMS di Salemba, Batavia dan selesai pada 1940.
Saat bersekolah di Batavia, Bonar terbilang siswa yang pintar, termasuk fasih berbahasa Belanda.
Saat belajar sejarah, Bonar pernah mendebat guru sejarahnya hingga dia diusir, karena gurunya dianggap terlalu merendahkan kemampuan bangsa Indonesia.
Gurunya tersebut, Meneer Haantjes, menyatakan bahwa penduduk “Hindia Belanda” tidak mungkin bersatu mencapai kemerdekaan karena perbedaan besar di antara suku-suku, dan bahwa penduduk “Hindia Belanda” tak mungkin membentuk tentara modern untuk mengalahkan Belanda karena fisiknya yang pendek.
Bersaudara dengan Politisi
TB Simatupang memiliki pertalian persaudaraan dengan Sahala Hamonangan Simatupang atau dikenal sebagai SH Simatupang.
TB Simatupang adalah kakak dari SH Simatupang.
SH Simatupang adalah politisi dan pegawai negeri sipil asal Indonesia yang pernah jadi Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Direktur Jenderal PN Pos dan Telekomunikasi, Asisten Menteri untuk Urusan Pos, Giro, dan Telekomunikasi, Deputi Menteri Pos dan Telekomunikasi, serta Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan.
Tak hanya ikatan kekeluargaan dengan SH Simatupang, TB Simatupang juga memiliki hubungan kekerabatan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia ke-5 Luhut B. Pandjaitan.
Luhut yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kamaritiman dan Investasi (Menko Marves) adalah menantu dari SH Simatupang.
Secara faktual, Luhut mengurusi banyak hal di luar bidang maritim dan investasi.
Oleh Presiden Jokowi, Luhut diminta mengurusi penanganan Covid-19 sebagai Wakil Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sekaligus Koordinator PPKM Jawa-Bali.
Jadi, secara resmi ada 6 jabatan yang dibebankan di pundak Luhut.
Luhut juga diserahi memimpin Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang selama ini jadi tanggung jawab Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Soal mengeksekusi masalah, Luhut memang tidak perlu diragukan.
Sebagai jenderal yang besar di pasukan antiteror pada masa Orde Baru, Luhut sudah tahu kunci-kunci setiap masalah, termasuk untuk urusan lobi. Lagi-lagi, kinerja berbasis pengabdian ambil peran di sini.
Spirit pengabdian ini pun menjalari Mayjen Maruli Simanjuntak, menantu Luhut Binsar Pandjaitan yang beberapa waktu lalu dilantik jadi Pangkostrad, menggantikan Jenderal TNI Dudung Abdurachman.
Keluarga TB Simatupang, secara faktual, seolah tak pernah berhenti mengabdi bagi negeri.[zbr]