WahanaNews-Sidikalang | Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengimbau seluruh apotek dan tenaga kesehatan untuk menyetop sementara penjualan maupun meresepkan obat sirup pada masyarakat.
Hal tersebut dilakukan imbas dari 206 anak Indonesia mengalami gangguan ginjal akut misterius, 99 di antaranya meninggal dunia.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Tingkat kematian 48 persen. Angka kematian khususnya di RSCM sebagai RS rujukan nasional ginjal mencapai 68 persen," terang juru bicara Kemenkes dr Mochammad Syahril dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022), melansir WahanaNews.co.
Alasan Obat Sirup Dilarang Sementara
Adapun alasan obat sirup dilarang lantaran obat yang dikonsumsi sejumlah pasien balita dengan kondisi gagal ginjal akut terdeteksi tiga senyawa berbahaya. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Beberapa jenis obat syrup yang digunakan oleh pasien balita yang terkena AKI (kita ambil dari rumah pasien), terbukti memiliki EG (ethylene glycol-EG), DEG (diethylene glycol-DEG), EGBE (ethylene glycol butyl ether), yang seharusnya tidak ada/sangat sedikit kadarnya di obat-obatan sirup tersebut," beber Menkes Budi, Kamis (20/10/2022).
"Ketiga zat kimia ini merupakan impurities dari zat kimia 'tidak berbahaya', polyethylene glycol, yang sering dipakai sebagai solubility enhancer di banyak obat-obatan jenis syrup," lanjutnya.
Karenanya, sebagai langkah pencegahan peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius, penjualan obat sirup dihentikan sementara.
Rekomendasi Pengganti Obat Sirup
Selama larangan peredaran obat sirup berlaku, masyarakat dapat menggunakan obat alternatif dalam bentuk sediaan lain, seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), injeksi (suntik), atau lainnya.
"Kementerian Kesehatan mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk melakukan pengobatan anak sementara ini tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirup tanpa berkonsultasi pada tenaga kesehatan, termasuk dokter," jelas dr Syahril. [zbr/gbe]