WahanaNews-Sidikalang | Film bergenre dokumenter berjudul "Mereka menyebut kami ring 1" dilaunching di cafe Oval jalan Sidikalang-Medan, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Selasa (15/11/2022).
Keterangan perz diterima WahanaNews.co dari Rohani Manalu, Koordinator Advokasi Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), tujuan pembuatan film itu, untuk menyampaikan kepada pemerintah dan publik bahwa Dairi kaya dengan hasil pertaniannya.
Baca Juga:
Damkar Bogor Selamatkan Kucing yang Terjebak 5 Hari di Plafon
Pengambilan gambar film itu dilakukan di Desa Bongkaras dan Longkotan Kecamatan Silima Pungga-pungga, yang masuk dalam konsesi tambang PT. Dairi Prima Mineral (PT.DPM), sehingga perusahaan menamai kedua desa itu desa ring 1.
Desa dimaksud berdampak paling krusial akibat aktifitas tambang kedepan baik lewat jalur transpotasi, dampak air dan bendungan limbah.
Desa Bongkaras terkenal dengan pertanian dan juga peternakan ikan mas. Bongkaras menjadi penyuplai ikan mas di Dairi era tahun 1970-an, karena rasanya beda dengan ikan mas daerah lainnya.
Baca Juga:
Okupansi Capai 45 Persen, 441.675 Tiket Kereta Api Lebaran Terjual
Namun peternakan ikan warga hancur sejak terjadinya bocor limbah di masa eksplorasi pengeboran PT. DPM tahun 2012, yang mengakibatkan banyak ikan mati.
Ditambah bencana longsor tahun 2018, membuat sungai dan lahan pertanian mereka hancur dan sebahagian besar tidak bisa dimanfaatkan kembali.
Film itu juga menggambarkan betapa selama ini pertanian bisa menghidupi serta menyekolahkan anak-anak mereka sampai sarjana.
Dengan menghitung valuasi ekonomi sumber daya alam di Desa Bongkaras, mereka bisa menghasilkan lebih Rp 13 miliar per tahun dari hasil pertanian dan peternakan yang mereka kelola. Ini belum dengan komoditas lain yang belum dihitung sebagai mata pencaharian yang dapat menghasilkan uang paska dua kejadian traumatis dimaksud.
Selain launching film, juga dilakukan diskusi dengan beberapa narasumber, 3 orang warga Bongkaras dan 2 orang NGO Petrasa dan YDPK, Ridwan samosir dan Diakones Sarah Naibaho.
Diskusi membicarakan terkait potensi pertanian Dairi dan juga apa yang akan dilakukan untuk menghempang kehadiran tambang yang berpotensi mengancam kehidupan petani.
Sebagai penanggap, Soekirman, mantan Bupati Serdang Bedagai 2 periode dan Surung Simajuntak, petani dan mantan aktivis yang sudah lama bergelut dalam gerakan aktivis.
Ridwan menyampaikan bahwa bagaimanapun, pertanian akan terancam jika ada pertambangan karena keduanya tidak mungkin bisa berjalan bersamaan.
Celakanya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dairi tidak melihat ini sebagai ancamaan kepada petani. Padahal dari sisi pendapatan daerah, pertanian justru menyumbang PDBR sebesar 42 % dibanding sektor lain termasuk pertambangan yang hanya menyumbang 0.4 %”.
Sementara Surung Simanjuntak menyampaikan bahwa konsolidasi rakyat atau petani, penting. Saat ini kita hidup di dunia kemajuan teknologi sehingga media-media juga banyak digunakan kampanye untuk mendegradasi pertanian dan solusinya adalah pertambangan.
"Kita dibilang kelompok anti pembangunan dan sering sekali hak kita dirampas untuk memaksakan koorporasi ini tetap jalan. Jangan melawan perusahaan dengan konteks ekonom. Mereka bisa membeli dan memberikan kompensasi dari hitungan-hitungan kita. Tapi lawanlah dia dengan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang tidak bisa dibayar dengan uang," katanya.
Adapun Soekirman yang juga Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Sumatera Utara (Perhiptani Sumut) sebagai penanggap menyampaikan pandangannya bahwa yang terjadi di Dairi adalah soal perspektif.
Apa pandangan pemerintah terkait pembangunan Dairi dan apa pandangan masyarakat terkait pembangunan Dairi, belum ketemu.
Dikatakan, filosofi aek godang aek laut, dos ni roha sibaen nasaut, mestinya bisa digunakan untuk duduk bersama antara pemerintah dan masyarakatnya sehingga pembangunan Dairi lebih berpihak kepada rakyat.
"Saya juga sudah melihat banyak pertambangan di beberapa negara dan memang sekarang daerah banyak menjadi daerah kering dan hampir tidak bisa dikelola kembali sehingga issu pertambangan perlu disikapi dengan cermat supaya kedepan tidak menyengsarakan rakyat setempat," katanya.
Dijelaskan, menurut Zukri Saad, pengamat tambang yang juga Presidium Walhi 1986, hampir semua tambang di Indonesia berakhir tragis, meninggalkan kerusakan lingkungan dan kemiskinan untuk rakyat setempat dan pada gilirannya menghadirkan urban poor ke kota-kota besar Indonesia.
Dari pengalaman 4 tahun menjadi konsultan tambang nikel INCO di Sorowako, Sulawesi, ditawarkan soft-landing community based mine closure sebagai wujud paska tambang. Seringkali tabiat korporasi Tambang selalu over-exploitative. Semua bekas tambang menghasilkan lubang-lubang dalam dan perantau miskin di kota-kota dan kota tambang yang ditinggalkan tanpa masa depan (ghost town).
Sementara Direktur YDPK Sarah Naibaho mengatakan, kampanye manis juga dilakukan Pemkab dan oknum tertentu lewat pembagian selebaran bahwa tambang akan membawa kesejahteraan dan membuka lapangan kerja, serta sector pertanian tidak akan menjawab kemajuan ekonomi di Dairi.
Dalam diskusi itu, pemerintah melalui Dinas Pertanian diundang, namun tidak hadir karena alasan sedang rapat di kantor dewan.
Diakhir kegiatan, peserta sepakat akan saling menguatkan organisasi rakyat untuk melawan segala ketidakadilan kedepan dalam mempertahankan ruang hidup dan ruang produksi warga di areal konsesi tambang PT DPM. [gbe]