Dengan menghitung valuasi ekonomi sumber daya alam di Desa Bongkaras, mereka bisa menghasilkan lebih Rp 13 miliar per tahun dari hasil pertanian dan peternakan yang mereka kelola. Ini belum dengan komoditas lain yang belum dihitung sebagai mata pencaharian yang dapat menghasilkan uang paska dua kejadian traumatis dimaksud.
Selain launching film, juga dilakukan diskusi dengan beberapa narasumber, 3 orang warga Bongkaras dan 2 orang NGO Petrasa dan YDPK, Ridwan samosir dan Diakones Sarah Naibaho.
Baca Juga:
16 Daerah Tak Punya Dana untuk PSU, Kemendagri Minta Bantuan APBN
Diskusi membicarakan terkait potensi pertanian Dairi dan juga apa yang akan dilakukan untuk menghempang kehadiran tambang yang berpotensi mengancam kehidupan petani.
Sebagai penanggap, Soekirman, mantan Bupati Serdang Bedagai 2 periode dan Surung Simajuntak, petani dan mantan aktivis yang sudah lama bergelut dalam gerakan aktivis.
Ridwan menyampaikan bahwa bagaimanapun, pertanian akan terancam jika ada pertambangan karena keduanya tidak mungkin bisa berjalan bersamaan.
Baca Juga:
Buntut PSU, Pakar: KPU RI Gagal Kontrol Internal, Bisa Diadukan ke DKPP
Celakanya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dairi tidak melihat ini sebagai ancamaan kepada petani. Padahal dari sisi pendapatan daerah, pertanian justru menyumbang PDBR sebesar 42 % dibanding sektor lain termasuk pertambangan yang hanya menyumbang 0.4 %”.
Sementara Surung Simanjuntak menyampaikan bahwa konsolidasi rakyat atau petani, penting. Saat ini kita hidup di dunia kemajuan teknologi sehingga media-media juga banyak digunakan kampanye untuk mendegradasi pertanian dan solusinya adalah pertambangan.
"Kita dibilang kelompok anti pembangunan dan sering sekali hak kita dirampas untuk memaksakan koorporasi ini tetap jalan. Jangan melawan perusahaan dengan konteks ekonom. Mereka bisa membeli dan memberikan kompensasi dari hitungan-hitungan kita. Tapi lawanlah dia dengan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang tidak bisa dibayar dengan uang," katanya.