Rumenti Pasaribu perwakilan masyarakat dari Toba yang juga salah satu narasumber, berbicara dari korban dampak kerusakan lingkungan menegaskan bahwa mereka terusir dari tanah opung mereka yang sudah lama diusahakan.
Dari ribuan hektar tanah yang mereka miliki, negara hanya memberikan 68 hektar yang menjadi hak milik mereka.
Baca Juga:
Gagal Diselundupkan, Bakamla Lepas 60 Ribu Bibit Lobster di Kepulauan Seribu
Namun karena perjuangan mereka untuk mempertahankan tanah sebagai identitas dan kehidupan mereka, dengan perjuangan yang panjang dan penuh tantangan, intimidasi, akhirnya mereka mendapatkan 200 hektar untuk hak mereka.
Rumenti juga menyampaikan dalam proses perjuangan ini, pemerintah sendiri tidak ada melindungi rakyatnya ketika menghadapi intimidasi dan tidak hadir melindungi rakyatnya ketika mereka mempertahanan ruang hidup dan ruang produksi mereka.
Monica Siregar, koordinator kegiatan menegaskan perempuan mengambil peran aktif dalam konflik agraria tidak hanya untuk melawan perusahaan perusak lingkungan, tetapi juga untuk menjadi agen perubahan yang mempromosikan hubungan yang harmonis antara manusia dan alam, untuk itu perlunya memberikan akses bagi perempuan untuk mengeolah SDA secara adil dan tanpa ada label merendahkan perempuan.
Baca Juga:
Mr Chen dan Karyawan PT DPM di Dairi Berbagi Paket Buka Puasa
Dalam talkshow ini juga Monica Siregar menegaskan bahwa perempuan menjadi aktor utama dalam ketahanan pangan, yang mana pemerintah juga harus serius dalam peningkat sumber daya alam yang ada bukan dengan cara membuat alih fungsi lahan dari pertanian ke pertambangan, industri dan bukan hanya melihat kepentingan bagi sepihak sektor yang mengatasnamakan pembangunan.
Untuk itu gerakan masyarakat berinisiatif membuat sebuah kajian atau Policy brief terkait perlindungan sumber daya alam dalam meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Dairi.
Pengurus APUK diakhir kegiatan menyampaikan, upaya untuk menyebarluaskan misi lingkungan hidup terjadi justru melalui gerakan-gerakan lokal, bahkan inisiatif ini terjadi dimulai dari para perempuan yang mencemaskan alam yang semakin tergerus.