Selain itu, alasan lainnya adalah karena latar belakang ekonomi menengah ke bawah (542 percakapan), dana cair lebih cepat (499 persen), menenuhi kebutuhan gaya hidup (365 percakapan), kebutuhan mendesak (297 percakapan), dan lain-lain.
Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari mengatakan, alasan profesi guru paling banyak terjerat pinjol ilegal lantaran mereka dalam posisi di tengah-tengah.
Baca Juga:
Antisipasi Ketidakpastian Global, ALPERKLINAS Apresiasi Langkah Indonesia yang Siap Produksi Sendiri Komponen Pembangkit Listrik Panas Bumi
Mereka cenderung sudah bisa mengakses layanan keuangan digital, namun mereka belum bisa membedakan entitas yang legal dengan yang tidak.
“Jadi mereka memiliki kebutuhan pendanaan, tetapi terjerat yang ilegal,” kata Friderica seperti dilansir dari Kompas.id, Senin (10/10/2022).
Ia menjelaskan, untuk membantu masyarakat mendapat akses kredit yang mudah dan murah, OJK sudah memiliki program Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir (KPMR) yang diselenggarakan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD).
Baca Juga:
Status Kaldera Jangan Sampai Dicabut dari Kawasan Otorita Danau Toba, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Pemerintah Pusat dan Pemprov Sumut Segera Penuhi Peringatan Keras UNESCO
Melalui program ini, OJK meluncurkan skema pembiayaan yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan formal, baik Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sampai dengan triwulan II-2022, program ini telah diimplementasikan di 76 TPKAD dengan 337.940 debitur dengan nominal penyaluran sebesar Rp 4,4 triliun.
“Program ini dilatarbelakangi oleh maraknya praktik penawaran kredit atau pembiayaan yang dilakukan oleh entitas ilegal seperti rentenir dan pinjol ilegal. Hadirnya KPMR bertujuan untuk mengurangi ketergantungan atau pengaruh dari entitas ilegal,” ujarnya.